Dear Kakak-Kakak Panitia Tercinta,
Kau adalah Berlian yang tak mampu ku beli
Kau adalah Hidayah yang tak dapat ku mengerti
kau pun Bintang yang tak bisa ku raih
Kau adalah Hidayah yang tak dapat ku mengerti
kau pun Bintang yang tak bisa ku raih
Karna Kau hanya bisa tuk ku kagumi
Kak, disaat ku termenung surat ini ku tulis sembari membayangkan wajah kakak-kakak yang terlalu pahit tuk dilupakan. Saat itu, jari-jemari ini telah berjoget gemetaran tak karuan. Lebih-lebih waktu pertama kali bertatap muka dengan kakak-kakak. Dada langsung penuh dengan irama detak jantung bagaikan ombak yang menghempas, mengamuk di bibir pantai Laut Selatan.
Kita semua tahu, kampus tempat kita berdiri saat ini adalah kampus hijau panorama yang menyuguhkan keasriannya di tengah hiruk pikuknya kemacetan yang semakin menggila, dan di tengah polusi udara dari pabrik dan kendraan bermotor. Apalagi dengan kehadiran kakak-kakaku tercinta, semakin terasa lengkap hidupku dibuatnya.
Kak, Jika maTa aDaLah cAhAyA,
mAkA haTi aDaLah PeRmaTa,
SaaT bAhAgiA MeRoNa,
mAkA TaWa aDaLaH waRna,
JiKa sEnYUm aDaLaH ibAdAh,
mUnGkin “KAKAK” aDaLaH AnUgRaH.
SaaT bAhAgiA MeRoNa,
mAkA TaWa aDaLaH waRna,
JiKa sEnYUm aDaLaH ibAdAh,
mUnGkin “KAKAK” aDaLaH AnUgRaH.
Comments
Post a Comment